Radarmalut.com – Praktisi Hukum Saiful Djanwar menanggapi kasus percobaan pemerkosaan terhadap seorang wanita berinisial DW (23) di Kabupaten Pulau Morotai, Maluku Utara, yang terjadi pada pekan kemarin sekitar pukul 17.00 sore.

Saiful mengatakan, korban harus mendapatkan perlindungan menyeluruh baik psikologis, medis, maupun hukum serta dijamin kerahasiaannya. Ia menilai penundaan pelaporan atau penanganan yang lambat dapat menyebabkan hilangnya barang bukti dan menghambat proses keadilan.

“Pihak penyidik sebaiknya segera melakukan pemeriksaan forensik, termasuk terhadap alat bukti seperti sepeda motor pelaku. Selain itu, korban perlu didampingi lembaga bantuan hukum atau P2TP2A untuk menjamin hak pemulihan dan perlindungan,” katanya, Selasa (21/10/2025).

Saiful menyebut, meskipun korban maupun keluarga belum secara resmi membuat laporan ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polres Pulau Morotai, namun langkah aparat kepolisian yang telah melakukan pengambilan keterangan dan pengamanan barang bukti patut diapresiasi.

“Hal ini menunjukkan respons awal yang baik dari aparat. Namun, dari sisi kepastian hukum dan perlindungan terhadap korban, laporan resmi tetap sangat penting agar penyelidikan dan penuntutan dapat berjalan sesuai prosedur,” ujarnya.

Saiful menjelaskan, ketiadaan laporan resmi berpotensi menghambat hak korban atas keadilan dan dapat mengurangi efektivitas penegakan hukum. Ia berujar, tindakan percobaan pemerkosaan ialah masalah serius, seperti diatur dalam Pasal 285 KUHP tentang Pemerkosaan dan Pasal 53 KUHP tentang Percobaan Tindak Pidana.

Selain itu, terdapat dasar hukum lain yang dapat digunakan, yakni Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT serta Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang menjamin hak-hak korban untuk mendapatkan perlindungan, bantuan hukum, dan pemulihan.

“Percobaan pemerkosaan adalah kejahatan berat. Aparat harus segera melakukan penyelidikan, penangkapan apabila pelaku diketahui, dan meneruskan ke proses pengadilan jika buktinya cukup,” ungkapnya.

Saiful juga mengingatkan korban berhak melapor melalui SPKT, Bhabinkamtibmas, atau unit kepolisian lainnya, dan kepolisian wajib menerima serta menindaklanjuti laporan tersebut sesuai ketentuan hukum acara pidana (KUHAP).

Lebih jauh, Saiful menyoroti pentingnya edukasi bagi masyarakat di wilayah kepulauan seperti Pulau Morotai agar memahami prosedur pelaporan kekerasan seksual dan dapat mengakses layanan hukum dengan mudah.

“Penegakan hukum tidak boleh tertunda hanya karena faktor geografis atau karena korban belum melapor. Regulasi kita sudah jelas, yang dibutuhkan adalah komitmen pelaksanaan dari aparat penegak hukum dan dukungan masyarakat,” paparnya.

“Keadilan bagi korban harus diwujudkan, bukan sekadar dicita-citakan. Korban berhak atas perlindungan dan keadilan, masyarakat harus merasa aman, dan pelaku wajib diproses secara hukum,” tambah Saiful.

***

Haerudin Muhammad
Editor
Mirsa Saibi
Reporter