Perguruan tinggi memainkan peranan penting sebagai pusat pengembangan pengetahuan, nilai-nilai demokrasi akademik, serta pengambilan keputusan secara kolektif. Kampus tidak hanya berfungsi sebagai tempat belajar, tetapi juga sebagai simbol yang menunjukkan identitas dan kedaulatan institusi.
Oleh karena itu, setiap proses signifikan di dalam institusi, termasuk pemilihan rektor, sebaiknya dilakukan di tempat yang mencerminkan nilai-nilai akademis dan demokrasi yang ada.
Ketika proses tersebut diabaikan atau dipindahkan ke lokasi di luar kampus, muncul pertanyaan besar mengenai keabsahan dan makna dari demokrasi akademik yang diterapkan.
Secara teoritis, perguruan tinggi seharusnya mempertahankan kemandirian serta partisipasi aktif dari seluruh civitas akademika dalam setiap pengambilan keputusan strategis (Kezar dan Eckel, 2004). Ini sangat penting agar setiap kebijakan dan pemilihan pemimpin benar-benar merefleksikan aspirasi serta kebutuhan komunitas akademik.
Proses yang terbuka dan inklusif adalah syarat utama agar institusi tetap sehat dan mendapatkan kepercayaan dari semua anggotanya. Namun, jika pembacaan visi misi kandidat rektor dilangsungkan di luar kampus, situasi ini dapat menciptakan jarak psikologis dan mengurangi rasa memiliki mahasiswa dan dosen terhadap proses tersebut.
Universitas Muhammadiyah Maluku Utara memiliki berbagai fasilitas di kampus, seperti auditorium yang pernah digunakan untuk debat pemilihan gubernur Maluku Utara. Fasilitas ini sangat cocok untuk mengadakan acara besar seperti pembacaan visi misi calon rektor.
Namun, yang mengejutkan, proses penting ini justru dilaksanakan di Royal Resto, yang berada jauh dari suasana akademik serta komunitas kampus. Birnbaum (1988) menekankan bahwa kampus seharusnya menjadi tempat interaksi kolektif dan pengambilan keputusan yang bisa memperkuat rasa kebersamaan serta legitimasi institusi.
Memindahkan pembacaan visi misi ke tempat lain di luar kampus, sepertinya melemahkan fungsi yang disebutkan di atas dan memberi kesan bahwa kampus kehilangan perannya sebagai wadah demokrasi akademik.
Selanjutnya, komposisi panelis yang mengawasi proses pembacaan visi misi juga di pertanyakan. Dari pihak Universitas Muhammadiyah Maluku Utara, hanya terdapat satu dosen, yaitu Herman Oesman, yang terlibat.
Sementara, sisanya berasal dari luar, yakni pihak pemerintah. Keadaan ini bertentangan dengan prinsip tata kelola perguruan tinggi yang menekankan pentingnya partisipasi unsur internal dalam pengambilan keputusan akademik (Altbach dan Salmi, 2011).
Dominasi pihak eksternal dapat mengurangi independensi akademik dan menimbulkan keraguan terhadap objektivitas proses pemilihan. Altbach dan Salmi (2011) menyebut perguruan tinggi perlu menjaga keseimbangan antara akuntabilitas dari luar dan otonomi dari dalam agar dapat berfungsi dengan baik dan dipercaya.
Ketika pengaruh eksternal terlalu besar, legitimasi dari pemimpin yang terpilih akan dipertanyakan. Selain itu, dominasi pihak luar berpotensi membawa kepentingan di luar ranah akademik yang dapat merusak nilai-nilai demokrasi internal.
Keputusan untuk memindahkan pembacaan visi misi ke lokasi di luar kampus, serta dominasi panelis eksternal, juga mengurangi kesempatan bagi mahasiswa dan dosen untuk berpartisipasi secara aktif dalam proses tersebut.
Marginson (2011) mengatakan perguruan tinggi harus menciptakan ruang dialog terbuka yang inklusif agar komunitas akademik bisa berinteraksi secara bebas dan kritis. Pemisahan lokasi serta keterbatasan keterlibatan civitas akademika dapat menghalangi terbentuknya budaya demokrasi yang sehat dan transparan.
Lebih dari itu, dampak psikologis dan simbolis dari keputusan ini tidak boleh diabaikan. Kampus sebagai ruang bersama harus mampu membangkitkan rasa kepemilikan dan tanggung jawab kolektif. Ketika momen krusial seperti pembacaan visi misi dilaksanakan di luar kampus, maka rasa keterikatan terhadap institusi bisa berkurang.
Hal ini berpotensi menurunkan partisipasi dan semangat kolektif yang amat penting dalam kehidupan akademik. Dari perspektif praktis, walaupun ada alasan seperti kebutuhan protokol atau kenyamanan fasilitas, universitas sebaiknya memprioritaskan penggunaan sarana yang ada di kampusnya sendiri.
Ini bukan sekadar masalah efisiensi, tetapi juga berkaitan dengan menjaga integritas dan prinsip-prinsip demokrasi akademik. Memindahkan proses-proses penting ke tempat eksternal seperti hotel dan lain-lain mengindikasikan hilangnya posisi kampus sebagai pusat intelektualitas dan keputusan.
Oleh karena itu, Universitas Muhammadiyah Maluku Utara perlu melakukan penilaian menyeluruh terhadap mekanisme pemilihan rektor. Menjamin bahwa penyampaian visi dan misi dilakukan di kampus dan melibatkan seluruh civitas akademika secara penuh akan memperkuat legitimasi dan kepercayaan terhadap proses tersebut.
Selain itu, komposisi panel pemilih harus diatur sedemikian rupa agar mencerminkan keseimbangan antara unsur-unsur internal dan eksternal, sehingga pemimpin yang terpilih benar-benar menjadi representasi dan dapat diterima oleh seluruh komunitas akademik.
Peran mahasiswa dan dosen dalam mengawasi proses ini sangat krusial. Keterlibatan mereka memastikan bahwa pemilihan rektor bukan sekedar prosedur formal, tetapi merupakan cerminan nyata dari demokrasi internal yang sehat dan berkelanjutan.
Dengan begitu, Universitas Muhammadiyah Maluku Utara bisa menjadi teladan bagi perguruan tinggi dalam mempertahankan kedaulatan akademik serta integritas pengelolaan secara konsisten. Pada akhirnya, kampus berfungsi sebagai pusat demokrasi dan intelektualitas.
Jika proses pemilihan pemimpin universitas dilakukan jauh dari lingkungan akademis dan dikuasai oleh unsur-unsur luar, institusi tersebut berisiko kehilangan identitas serta kepercayaan dari komunitasnya sendiri.
Memperbaiki cara mengelola dengan memastikan penyampaian visi misi dilakukan di kampus dan melibatkan seluruh civitas akademika adalah langkah penting demi menjaga masa depan Universitas Muhammadiyah Maluku Utara agar terus berkembang dan dipercaya.
***
—
M. Eko Duhumona Mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Negara di Universitas Muhammadiyah Maluku Utara
