Radarmalut.com – Ekspansi Harita Group melalui PT Karya Tambang Sentosa (KTS) di wilayah Desa Bobo, Pulau Obi, ditolak warga. Gerakan #SaveBobo menggeruduk lokasi sosialisasi rencana aktivitas usaha pertambangan nikel oleh petinggi perusahaan dan Pemda Halmahera Selatan.

Mereka membawa umbul-umbul bertulisan ‘Kami Menolak Perusahaan Masuk di Desa Bobo, Selamatkan Desa Bobo #SaveBobo, Hutan adalah Rumah Kami, Tolak-Tolak PT IMS, dan Save Bobo: Tolak PT IMS’. Intim Mining Sentosa (IMS) memiliki 49% saham di KTS, yang juga terafiliasi dengan Harita.

Ketua Gerakan #SaveBobo Vecky Kumaniren mengatakan, kaitannya dengan izin yang administrasi hanyalah formalitas prosedural. Karena, tidak memastikan perlindungan terhadap warga dan lingkungan. Penolakan berakar pada hak dasar untuk hidup layak, sebagaimana dijamin dalam konstitusi Indonesia.

“Kami secara tegas menolak kehadiran PT Intim Mining Sentosa ataupun Karya Tambang Sentosa. Kami menyerukan kepada pemerintah pusat dan daerah, untuk menghormati hak-hak warga dan menghentikan seluruh upaya pemaksaan operasi pertambangan,” kata Vecky dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (16/8/2025).

Sementara, Pendeta Gereja Protestan Maluku Mersye Pattipuluhu menjelaskan, penolakan yang dilakukan warga terhadap perusahaan memiliki alasan yang kuat. Warga berbicara berdasarkan pengalaman di desa tetangga yang terdampak buruk akibat aktivitas tambang.

Selain itu, kata Mersye, tidak ada jaminan di masa depan perusahaan akan menepati janjinya. Bahwa kekhawatiran semakin besar jika 5 hingga 20 tahun mendatang manajemen dan kepemilikan perusahaan berganti, besar kemungkinan justru akan menutup pintu komunikasi dengan warga.

“Pada dasarnya operasi tambang nikel selalu menimbulkan kerusakan ekosistem, seperti perusakan hutan, pencemaran air, sungai, dan laut, hilangnya kebun rakyat, rusaknya pesisir, sampai memburuknya kesehatan warga,” ungkapnya.

“Artinya, kehidupan, tanah, air, udara, dan masa depan generasi kami tidak dapat ditukar dan negosiasikan dengan alasan sempit maupun iming-iming kosong sekaligus menyesatkan atas nama pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan omong kosong,” sambung Mersye.

Pdt. Esrom Lakoruhut menuturkan, terbukti kehancuran ekologi di Kawasi akibat tambang nikel–hutan dirusak, pesisir dan ruang tangkap nelayan tercemar, kebun-kebun dihancurkan, sumber mata air tercemar, warga mengidap berbagai penyakit, kekerasan serta kriminalisasi meningkat, serta dipaksa meninggalkan kampung halamannya.

“Tragedi ekologi dan sosial di Kawasi adalah peringatan keras bagi warga Desa Bobo. Oleh karena itu, Gerakan #SaveBobo menolak menjadi korban berikutnya dari ekspansi tambang nikel. Penolakan ini jelas bersifat total, tanpa syarat, dan tidak dapat dinegosiasikan,” imbuhnya.

***

Haerudin Muhammad
Editor