Sampai hari ini, penderitaan muslim Gaza makin menyayat hati. Bukan hanya bom udara yang datang tanpa henti, tapi juga kelaparan yang sengaja diciptakan oleh Zionis. Sejak Gaza diblokade pada 2 Maret 2025, truk-truk bantuan dari dunia internasional berhenti total. Bantuan menumpuk di gudang WFP (Program Pangan Dunia) di perbatasan Mesir dan Yordania.

Akibatnya, malnutrisi merebak. Direktur WFP, Carl Skau, yang berkunjung ke Gaza awal Juli berkata: “Ini yang terburuk yang pernah saya lihat.” Data WHO menunjukkan lebih dari 50 anak meninggal akibat kelaparan. UNRWA memeriksa 240.000 anak di bawah usia lima tahun, dan satu dari sepuluh menderita malnutrisi.

Lebih tragis lagi, antrean bantuan pangan yang seharusnya membawa harapan, justru berakhir dengan penembakan terhadap rakyat yang lapar. Di balik ketangguhan mereka yang bertahan di bawah pengepungan, dunia internasional menunjukkan wajah aslinya, moral runtuh, hukum mati, dan kejahatan ini dibiarkan begitu saja.

Kelaparan tersistem

Kelaparan di Gaza bukan musibah alam, tapi senjata perang yang kejam dan terencana. Israel tahu bahwa menghancurkan tubuh berarti menghancurkan semangat. Mereka memutus suplai makanan, obat, dan listrik,  memaksa rakyat Gaza bertarung antara hidup dan mati setiap hari.

Menurut laporan lembaga bantuan independen, lebih dari 95% lahan pertanian Gaza hancur. Sumber air bersih tercemar, peternakan musnah, dan akses laut untuk nelayan diblokade total. Pada Mei 2025, Setelah memblokir ketat bantuan kemanusiaan, Israel sedikit melonggarkan arus bantuan ke Gaza didistribusikan oleh PBB dan Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF) yang dikelola Israel dan Amerika Serikat.

Namun lembaga ini dikritik sebab dibentuk oleh Amerika Serikat dan Israel. Lembaga tersebut gagal menyediakan bantuan secara memadai dan tidak mampu menjamin keamanan di sekitar titik distribusi. Ironisnya, terdapat tentara bayaran AS dan pasukan Israel melakukan kejahatan perang dengan menembaki warga Palestina yang kelaparan tanpa pandang bulu saat menunggu bantuan.

Kelaparan terus menghantui penduduk Gaza. Kementerian Kesehatan Gaza mencatat 154 orang meninggal akibat kekurangan gizi, termasuk 89 anak-anak, sebagian besar dalam beberapa pekan terakhir. Ditengah kepaparan ini, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menolak tuduhan bahwa penduduk Gaza menghadapi kelaparan.

Pernyataan Netanyahu itu bertolak belakang dengan pernyataan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Ia menyebut warga Gaza menghadapi kelaparan nyata. Ini bukan hanya kerugian ekonomi.

Ini adalah penghancuran kedaulatan pangan, upaya membunuh harapan rakyat Palestina untuk merdeka, dan bagian dari strategi genosida modern, menguasai tanah dengan menghabisi penghuninya secara perlahan.

Respon negara muslim

Di saat rakyat Gaza berjuang hidup, banyak negara Arab dan Islam justru memilih diam. Bahkan ada yang menjalin hubungan diplomatik dan perdagangan dengan Zionis, menggelar pertemuan resmi, atau membuka jalur bisnis baru, seolah tidak ada darah yang mengalir di Gaza.

Diam ini bukan hanya karena ketakutan, tetapi juga karena kepentingan politik dan ekonomi yang mereka prioritaskan di atas nyawa rakyat Palestina. Negar-negara muslim yang memiliki tentara, senjata, dan sumber daya besar tidak bergerak sedikit pun untuk membela saudara seiman mereka.

Sebagian hanya memberi bantuan simbolis atau sekadar mengeluarkan pernyataan di forum internasional, tanpa tindakan nyata. Sangat sedikit negara muslim yang melakukan serangan militer ke Israel. Ketika pun melakukan serangan ke Israel, serangan itu tidak dimaksudkan untuk membebaskan Palestina dan menghapus Zionis Yahudi di muka bumi, tetapi karena dorongan nasionalisme.

Ini seperti yang dilakukan Iran. Iran menyerang Israel karena Teheran diserang. Sementara ketika rakyat Palestina di bom rudal oleh Israel, Iran tidak melakukan apa-apa. Sedangkan negeri-negeri muslim lainnya menyimpan senjata-senjata mereka di gudang, seperti Pakistan dengan senjata nuklirnya. Mereka tidak tergerak untuk menembakkan senjata itu ke arah penjajah Zionis.

Sikap diam mereka disebabkan oleh belenggu nasionalisme yang mengajarkan bahwa genosida di Palestina adalah urusan dalam negeri Palestina, bukan urusan umat Islam. Dunia mulai mempunyai kesadaran global tentang Gaza-Palestina.

Terlihat dari  banyaknya aksi masa yang masif di berbagai dunia, termasuk beberapa waktu lalu Aksi March to Gaza. Begitu juga boikot, dana dan logistik dan lainnya, terus  berlangsung hingga saat ini. Semua ini bukti bahwa mayoritas sudah berdiri membela Gaza-Palestina.

Tapi mayoritasnya menganggap ini sebatas masalah kemanusiaan, yang solusinya hanya dengan aksi-aksi kemanusiaan saja. Padahal sejatinya, persoalan ini bukan hanya sekedar kemanusiaan, tapi dorongan akidah. Urusan palestina urusan kaum muslim dunia.

Sebagimana firman Allah:– “sesungguhnya orang orang mukmin itu bersaudara.”(QS Al-Hujurat: 10). Sabda Rasullullah Saw:–“seorang muslim itu saudara bagi muslim yang lainnya, tidak menzaliminya dan tidak membiarkannnya (dizalimi).” (HR Muslim).

Demikianlahlah solusinya pembebasan palestina adalah jihad. Syaikh Taqiyyuddin an-Nabhani dalam kitab Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah(kepribadian Islam) jilid II halaman 257, menjelaskan bahwa jihad adalah kewajiban mutlak. Berdasarkan firman Allah Taala:–“Diwajibkan atas kalian berperang.” (QS Al Baqarah: 216).

Berdasarkan hal ini, wajib untuk seluruh penguasa muslim untuk mengirimkan militer ke palestina untuk mengusir zionis. Namun, karna terbelenggu negara bangsa (nation state) tidak ada seorang penguasa negara muslim  yang mengirim militer, meski jihad di suarakan tapi jihad tidak bisa terlaksanakan.

Karena, jihad butuh kekuatan militer besar yang di kerahkan oleh negara. Tentu negara yang pro terhadap aturan Islam. Negara seperti ini nantinya mengerahkan pasukannya di seluruh negeri Islam  untuk mengusir orang-orang kafir harbi.

Jika tentara kaum muslimin bersatu akan membentuk satu kekuatan dunia. Jika berkoalisi dari empat negara; Yaman, Iran, Yordania dan Lebanon sudah mengumpulkan 790.000 personel aktif. Sangat potensial menghadapi zionis yang hanya memiliki 176.000 tentara aktif.

Negara dalam sistem Islam berkewajiban membangun segala sesuatu yang melindungi kaum muslim dan negeri dari serangan musuh. Jelaslah solusi yang tepat untuk pembebasan Palestina adalah jihad dengan sistem Islam.

***

 Diana Anggraeni Aktivis Remaja Tidore

Haerudin Muhammad
Editor