Setelah Sultan Khaerun dibunuh, perlawanan dilanjutkan di bawah pimpinan Sultan Baabullah (putera Sultan Khaerun). Melihat tindakan Portugis yang tidak mengenal nilai-nilai kemanusiaan, semangat rakyat Maluku untuk melawannya semakin berkobar.

Seluruh rakyat Maluku berhasil dipersatukan termasuk Ternate dan Tidore untuk melancarkan serangan besar-besaran terhadap Portugis. Akhirnya Portugis dapat didesak dan pada tahun 1575 berhasil diusir dari Ternate.

Orang-orang Portugis kemudian melarikan diri dan menetap di Ambon. Pada tahun 1605 Portugis dapat diusir oleh VOC dari Ambon dan kemudian menetap di Timor Timur.

Serangkaian perlawanan rakyat terus terjadi terhadap Portugis maupun VOC yang melakukan tindakan kejam dan sewenang-wenang kepada rakyat.

Misalnya pada periode tahun 1635-1646 terjadi serangan sporadis dari rakyat Hitu yang dipimpin oleh Kakiali dan Telukabesi. Perlawanan rakyat ini juga meluas ke Ambon. Tahun 1650 perlawanan rakyat juga terjadi di Ternate yang dipimpin oleh Kecili Said.

Sementara perlawanan secara gerilya terjadi seperti di Jailolo. Namun berbagai serangan itu selalu dapat dipatahkan oleh kekuatan VOC yang memiliki organisasi serta peralatan senjata lebih lengkap.

Rakyat terus mengalami penderitaan akibat kebijakan monopoli rempah-rempah yang disertai dengan Pelayaran Hongi. Pada tahun 1680, VOC memaksakan sebuah perjanjian baru dengan penguasa Tidore.

Kerajaan Tidore yang semula sebagai sekutu turun statusnya menjadi vassal VOC. Sebagai penguasa yang baru diangkatlah Putra Alam sebagai Sultan Tidore (menurut tradisi kerajaan Tidore yang berhak sebagai sultan semestinya adalah Pangeran Nuku).

Penempatan Tidore sebagai vassal atau daerah kekuasaan VOC telah menimbulkan protes keras dari Pangeran Nuku. Akhirnya Nuku memimpin perlawanan rakyat. Timbullah perang hebat antara rakyat Maluku di bawah pimpinan Pangeran Nuku melawan kekuatan kompeni Belanda (tentara VOC).

Pangeran Nuku mendapat dukungan rakyat Papua di bawah pimpinan Raja Ampat dan juga orang-orang Gamrange dari Halmahera. Oleh para pengikutnya, Pangeran Nuku diangkat sebagai sultan dengan gelar Tuan Sultan Amir Muhammad Syafiudin Syah.

Dengan posisinya sebagai sultan ini, maka perlawanan terhadap VOC semakin diperkuat. Bahkan Sultan Nuku juga berhasil meyakinkan Sultan Aharal dan Pangeran Ibrahim dari Ternate untuk bersama-sama melawan VOC.

Pangeran Nuku juga mendapat dukungan dari para pedagang Seram Timur. Kapitan laut Pangeran Nuku sebagian besar berasal dari para pemuka pedagang Seram Timur. Para pedagang Seram Timur ini memiliki kemandirian dan militansi yang tinggi.

Dalam perang ini Sultan Nuku juga mendapat dukungan dari armada Inggris (EIC). Belanda kewalahan dan tidak mampu membendung semangat pasukan Sultan Nuku untuk lepas dari dominasi Belanda.

Akhirnya Sultan Nuku berhasil mengembangkan pemerintahan yang berdaulat melepaskan diri dari dominasi Belanda di Tidore sampai akhir hayatnya (tahun 1805).

***

—-

Catatan: Tulisan ini disalin ulang dari buku berjudul “Sejarah Indonesia” dikhususkan SMA Kelas XI dan sederajatnya dari cetakan ke-2, 2017. Ditulis oleh Sudirman AM dkk.
Tim Radar
Editor