Radarmalut.com – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Pulau Morotai, Maluku Utara, membolehkan tambang galian C beroperasi tanpa memiliki surat-surat pendukung. Ini kemudian memantik pegiat lingkungan membuka suara soal kekeliruan pemerintah yang terkesan abai dengan dampak atas aktivitas tersebut.
Pasalnya, Kepala DLH Pulau Morotai Firdaus Samad dan Kabid PPLH Djasmin Taher menyebut perusahaan pengelola galian C tidak perlu mengantongi izin resmi tetapi cukup dengan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL).
Dokumen seperti Izin Usaha Pertambangan (IUP) maupun Surat Izin Penambangan Batuan (SIPB) tidak dibutuhkan. Sebab, Pemerintah Pulau Morota sudah menerbitkan dua SK Bupati terkait status tanggap darurat bernomor 190 Tahun 2025 tentang Tanggap Darurat Bencana Banjir dan Cuaca Ekstrem serta Nomor 256 Tahun 2025 tentang Penanganan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana
Akademisi Teknik Lingkungan Universitas Pasifik (Unipas) Muhammad Fahmi mengungkapkan, SPPL tetap merupakan bagian dari perizinan resmi. Oleh karena itu, apabila DLH mengatakan setiap tambang galian C tak mesti memegang surat resmi adalah pernyataan membingungkan dan keliru.
“Kalau DLH memakai PP 22 Tahun 2021 untuk membenarkan galian C tidak butuh izin resmi karena untuk rekonstruksi bencana, maka itu jelas salah arah. Rekonstruksi mungkin berlaku untuk pembangunan talud, bukan tambang. Bahkan justru terungkap bahwa DLH hanya mengeluarkan satu izin untuk dua kegiatan yang berbeda,” ujarnya, Jumat (1/8/2025).
Fahmi menjelaskan, semua usaha yang berhubungan dengan jenis kegiatan penambangan harus wajib mempunyai beberapa dokumen tiga di antaranya Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL), Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, dan juga SPPL.
“Jadi, semua proyek talud penahan ombak atau galian C yang dibangun saat ini apakah sudah punya kajian lingkungan atau belum. Ini yang harus dicari tahu. Jangan sampai dua objek kegiatan ini salah satunya tidak punya kajian lingkungan. Kalau seperti ini jelas ada konsekuensi hukum,” tuturnya.
Menurutnya, OPD pengawas lingkungan atau DLH ini tidak begitu serius dan pula mengesampingkan problem yang bakal muncul akibat dari galian C. Karena, sudah sangat terang lewat peryataan Kadis dan Kabid tentang dokumen penunjang mesti dimiliki perusahaan diacuhkan.
“Jangan sampai mengabaikan Permen LHK No 4 tahun 2021 soal daftar usaha atau kegiatan yang wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup. Sebagaimana telah diatur di dalamnya dengan jelas yang dijadikan sebagai salah satu sandaran dalam penapisan jenis usaha,” tandasnya.
Sekretaris Community BISA Morotai, Saf’at Irfandi menambahkan, setiap bentuk usaha atau kegiatan apapun skalanya tetap harus tunduk pada persyaratan dokumen lingkungan sebagaimana diatur dalam regulasi.
“Tidak ada pengecualian. Semua usaha wajib memiliki dokumen lingkungan berdasarkan tingkat dampaknya. Jelas dalam sistem OSS, penapisan izin lingkungan diatur secara rinci. Jika tidak melalui tahapan dan ketentuan yang berlaku, maka tidak bisa serta merta mengklaim legalitas,” pungkasnya.
***