Radarmalut.com – Kasus dugaan korupsi MCK di Kabupaten Pulau Talibau, sudah mulai menemui titik terang siapa yang berada di balik temuan kerugian negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan Maluku Utara sebesar Rp 3,6 miliar itu. Pekerjaan menggunakan APBD Rp 4,5 miliar ini pada 2022.
Dalam proses pencairan anggaran proyek, Suprayidno sebagai Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Pulau Taliabu tidak mengetahui pasti ihwal berlangsungnya praktik kongkalikong tersebut. Karena pihaknya mengklaim tak dilibatkan untuk berbagai tahapan pekerjaan hingga duitnya ‘encer’ ke saku aktor utama.
Sidang keterangan saksi dihadirkan Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Negeri Ternate, Senin, 16 Juni 2025. Tiga dari empat saksi menyampaikan, tidak mengenali tandatangan sejumlah dokumen pendukung pencairan anggaran yang ditunjukkan di depan hakim, meskipun mereka sekantor dengan Suprayidno.
Di waktu bersamaan, Kepala Inspektorat Pulau Talibau, Gesbert Tani tak bisa menampik bahwa dalam Laporan Hasil Pemeriksaan memuat temuan kerugian, sehingga bergegas membuat rekomendasi ke dinas terkait untuk menyelesaikan pekerjaan 14 unit MCK yang tertunda. Diketahui, pembangunan MCK tersebar di 21 desa.
“Tapi, pada saat pemeriksaan dari BPK pada tahun 2023, belum ada pekerjaan MCK,” ujarnya di hadapan hakim ketika sidang. Hakim kembali bertanya. “Apakah setelah pekerjaan dikerjakan di tahun 2023 dan 2024, Inspektorat pernah menyampaikan kepada pihak BPK?”
“Saya belum tahu apakah sudah dilaporkan atau belum,” jawabnya. Gesbert juga mengakui, proses pencairan anggaran MCK 100 persen itu datang dari keuangan (Badan Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Pulau Taliabu), dengan meminta rekomendasi.
“Kami tidak serta merta menerbitkan rekomendasi, dan rekomendasi juga tidak lazim, sehingga kami meminta surat pernyataan mutlak ke dinas,” bebernya. “Kenapa saksi tidak menolak untuk membuat rekomendasi pencairan anggaran MCK, apakah ada perintah?” tanya majelis hakim.
“Permintaan rekomendasi dari keuangan itu atas perintah bupati (Aliong Mus),” jelas Gesbert.
Saksi lainnya, Hamdani mengatakan, diperintahkan saksi Sabatani untuk membuat Surat Perintah Membayar dan Surat Permintaan Pembayaran Langsung, karena sudah ada sebelumnya Surat Penyedia Dana atau SPD yang diterbitkan Kepala Badan Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, Abdul Kadir Nur Ali.
“Padahal pekerjaan belum ada, sehingga dokumennya dikerjakan di dalam kantor BPPKAD Pulau Taliabu,” kata Hamdani yang juga tenaga honor di PUPR.
Sementara, Penasihat Hukum Suprayidno, Agus Salim Tampilang menjelaskan, sidang agenda keterangan saksi ahli, Senin, 23 Juni 2025 kemarin tentu menguntungkan pihaknya dalam skandal korupsi pekerjaan MCK. Semua terduga harus mempertanggung jawabkan perbuatannya.
“Abdul Kadir Nur Ali alias Dero diperintah mantan Bupati Pulau Taliabu, Aliong Mus cairkan anggaran adalah hal yang tidak mesti ditiru. Sebab, sangat bertentangan dengan hukum kita di Indonesia,” ujarnya, Senin (30/6/2025).
Adapun, saksi ahli yang dihadirkan yaitu Ir. Rizaldi Edo Putra dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Ahli Bangunan Lembaga Advokasi Jasa Konstruksi (LAJK) Kota Makassar Ir. Fadly Arirja Gani dan Ir Mohtar Gani, serta Abdul Wahid Saraha dari Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
Radarmalut mengirimkan pertanyaan ke nomor Aliong Mus untuk mengkonfirmasi soal keterangan keterlibatan pencairan anggaran proyek MCK. Namun, belum ada jawaban hingga berita ini diterbitkan.
***