Radarmalut.com – Tiga tahun berjalan kasus kekerasan perempuan dan anak di Halmahera Selatan, Maluku Utara, terus melonjak. Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) mencatat ada ratusan kasus, yang didominasi seksual dan fisik.
Misalnya, 2022 terdata 43 kasus, terdiri dari kekerasan fisik 12, seksual 30, dan eksploitasi 1. Namun meningkat di tahun berikutnya, yakni 48. Terbagi dari kekerasan fisik 19, psikis 12, dan seksual 15. Dari dua tahun tersebut terdapat masing-masing 1 kasus penelantaran anak.
Terbaru di 2024, 58 kasus. Kekerasan fisik 18, psikis 1, seksual 36, sementara penelantaran anak 3. Maka, ditotalnya ada 149 perkara. Hal tersebut menuai tanggapan dari Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Putri (KOPRI).
Ketua KOPRI Halmahera Selatan, Dini Andriani Muhamad menuturkan, kasus kekerasan yang dialami perempuan dan anak terus meningkat dari tahun ke tahun, karena lemahnya penegakan hukum yang tidak setimpal terhadap pelaku.
“Sehingga para predator kekerasan tak merasa takut melakukan kejahatan kekerasan terhadap perempuan dan anak,” kata Dini dalam keterangannya, Selasa (21/1/2025).
Dini menyebut kinerja penegakan hukum dan DP3AKB selaku pihak yang memiliki kewenangan tidak berdaya menghadapi pelaku kejahatan. Mestinya, dikatakannya, bukan hanya sekedar mencatat kasus maupun memberikan perlindungan kepada perempuan dan anak.
Lebih lanjut, menurutnya, harus mengambil langkah pencegahan. Aktif melakukan sosialisasi di tingkat bawah karena kasus kekerasan banyak terjadi di desa-desa.
“Sosialisasi terkait kasus kekerasan dan perlindungan anak harus merata. Saya lihat kebanyakan kasus terjadi dipelosok desa, ini membuktikan bahwa jangkauan DP3AKB tidak sampai pada akar rumput,” pungkasnya.
***