Radarmalut.com – Ketua tim pemenangan pasangan bakal calon gubernur dan wakil gubernur Maluku Utara, Sultan Tidore Husain Alting Sjah-Asrul Rasyid Ichsan, Muhammad Sinen membuat kegaduan dengan menyatakan diri sebagai Tuhan di depan publik.
Hal tersebut dinilai telah mempraktikkan politik SARA, karena menggunakan agama untuk menjalankan syahwat kepentingannya secara personal. Selain itu, penyetaraan manusia dengan Tuhan tidak bisa dibenarkan dalam konteks apapun, apalagi seorang pejabat dan petinggi partai politik.
“Muhammad Sinen alias Ayah Erik calon Wali Kota Tidore, yang mengatakan jika kalian lawan Ayah sama dengan kalian lawan Tuhan, ini menunjukan bahwa bersangkutan memposisikan dirinya setara dengan Tuhan,” kata Ketua LBH Ansor Ternate, Zulfikran Bailussy, Minggu (22/9/2024).
Zulfikran menjelaskan, video orasi politik itu patut diduga bermuatan SARA dan isu negatif yang dibangun dengan menyamai dirinya setara Tuhan. Sangat disayangkan seorang politisi senior dan sekaligus pejabat publik bisa berbicara demikian.
“Apalagi ini belum ada penetapan calon kepala daerah dari KPU, tentu dapat berdampak pada ketertiban umum dan mengganggu stabilitas politik di masyarakat. Kapasitas dia datang sebagai apa di acara syukuran tersebut, apakah sebagai pejabat aktif ataukah sebagai ketua DPD PDIP Maluku Utara,” paparnya.
“Karena dalam video ada narasi yang terkesan curi start dengan melakukan aktivitas kampanye terselubung, sebab saat ini bukan waktunya untuk berkampanye,” sambung praktisi hukum ini.
Menurutnya, semestinya Ayah Erik lebih bijak lagi dengan meminta kepada masyarakat untuk memilih pemimpin sesuai kehendaknya masing-masing, bukan memakai cara menakut-nakuti serta mendoktrin khalayak ramai menggunakan dalil-dalil mengarah pada penistaan agama.
Lebih lanjut, Zulfikran berujar bahwa Undang-Undang Pemilu dan aturan khusus dari PKPU telah menyediakan waktu bagi setiap kontestan untuk berkampanye. Ia mengatakan, saat ini belum ditetapkan KPU terkait peserta Pilkada 2024.
“Meskipun belum ada, namun Muhammad Sinen bertindak meminta masyarakat memilih seseorang atau dirinya sendiri saat masih berstatus pejabat publik tidak patut dan tidak etis. Pejabat publik dilarang menyalahgunakan wewenang dan menggunakan fasilitas jabatannya untuk kepentingan partisan,” ungkapnya.
Simak di halaman selanjutnya…
Tinggalkan Balasan