Radarmalut.com – Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Maluku Utara merilis capaian pertumbuhan ekonomi triwulan secara tahunan (year-on-year/y-on-y) dari semester I ke semester II tahun 2025 yang menunjukkan lonjakan signifikan sebesar 32,09 persen.
Pertumbuhan ini dilihat dari dua sisi, yakni sumber pertumbuhan berdasarkan lapangan usaha dan pengeluaran. Hal tersebut disampaikan Statistisi Ahli Madya BPS Maluku Utara, Evida Karismawati, dalam pemaparan resmi di Ruang Dodola, Kantor BPS Maluku Utara, Jumat (26/9/2025).
“Sebelumnya, atas dasar harga konstan (ADHK), nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Maluku Utara pada semester II tahun 2024 tercatat Rp 13,4 triliun. Kini naik menjadi Rp 17,6 triliun pada semester II 2025, atau tumbuh sekitar 32 persen,” katanya.
Berdasarkan data BPS, kontribusi terbesar terhadap perekonomian Maluku Utara berasal dari industri pengolahan sebesar 40,11 persen, disusul oleh pertambangan sebesar 20,79 persen. Lapangan usaha lainnya yang turut menyumbang, yakni pertanian 10,08% dan perdagangan besar dan eceran 8,73%.
Sementara, administrasi pemerintahan 7,20%, konstruksi 3,53%, transportasi dan pergudangan 2,98%, jasa keuangan 1,69%, informasi dan komunikasi 1,64%, jasa pendidikan 1,45%, jasa kesehatan 0,96%, jasa lainnya 0,33%, akomodasi dan makan minum 0,18%, perusahaan 0,15%, pengadaan listrik dan gas 0,08%, real estate 0,05%, serta pengadaan air 0,04%.
“Industri pengolahan dan pertambangan menjadi keunggulan ekspor karena volume ekspornya mencapai jutaan ton, jauh di atas sektor pertanian yang masih di kisaran ribuan ton,” jelas Evida.
Dari sisi pengeluaran, ekspor barang dan jasa menjadi penyumbang pertumbuhan tertinggi dengan angka 213,26 persen, kemudian diikuti oleh pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) 39,13%, konsumsi rumah tangga 24,71%, konsumsi pemerintah 11,76%, dan konsumsi Lembaga Non-Profit yang melayani Rumah Tangga (LNPRT) 0,65%.
Namun demikian, Evida menyebut, angka impor yang tercatat sebesar 186,41 persen menjadi faktor pengurang ekspor, atau dikenal dengan istilah net ekspor. “Impor harus dikurangkan dari ekspor untuk melihat kontribusi bersih terhadap pertumbuhan. Dari situlah kita bisa menentukan angka akumulatifnya,” pungkasnya.
***