Radarmalut.com – Rilis empat pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota dari hasil pencatutan logo KompasData menuai kritikan praktisi hukum. Para oknum yang terlibat bisa dipidana karena telah sengaja melakukan pembohongan publik.

Ketua LBH Ansor Ternate, Zulfikran Bailussy mengatakan, pencatutan logo Litbang Harian Kompas oleh orang yang tidak bertanggung jawab demi menaikkan elektabilitas salah satu pasangan calon Pilwako Kota Ternate tidak dibenarkan dalam hukum negara Indonesia.

“Survei palsu atau abal-abal marak beredar dan mempengaruhi masyarakat dengan skemanya mencatut nama lembaga KompasData, mendesain sedemikian rupa lalu kemudian dipublikasi melalui media online untuk mempengaruhi opini publik,” katanya, Selasa (8/10/2024).

Zulfikran menerangkan, survei tentunya sangat berbahaya, apalagi diduga disponsori salah satu pasangan calon , dan Makmur Gamgulu. Sebab, ini dikuatkan dengan informasi bahwa yang mendapatkan salinan hasil survei hanya nomor urut 4 saja.

“Mereka ini membuat dan menyebarkan survei palsu dan mencatut logo tanpa harus dapat dimintai pertanggung jawaban secara ilmiah dan hukum. Proses pengumpulan, pengolahan, dan penyampaian data hasil survei mesti benar dan jujur,” bebernya.

“Bila ada masyarakat yang merasa dirugikan dapat mengadukan dugaan kepada Bawaslu. Karena  hal ini juga ditegaskan dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 9 Tahun 2022,” tambahnya.

Menurutnya, lembaga survei wajib dari kepentingan dan tidak bertujuan untuk mengarahkan masyarakat kepada tujuan negatif maupun jangan menggeneralisasi seolah-olah survei tersebut mewakili pendapat dari suatu pihak tertentu.

Dikatakannya, membohongi publik, misalnya dengan hasil survei menyesatkan dapat dijerat dengan Pasal 55 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).

Isinya menyebutkan “Setiap Orang yang dengan sengaja membuat Informasi Publik yang tidak benar atau menyesatkan dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 5.000.000.”

Klik di halaman selanjutnya…

Haerudin Muhammad
Editor
Radar Malut
Reporter