Baru-baru ini, pemerintah mengumumkan akan memblokir platform media sosial X (dulu Twitter). bukan tanpa sebab, maraknya konten pornografi yang mudah di akses menjadi alasan utama pemerintah.
Selain itu, konten-konten vulgar yang terus bermunculan, menambah keresahan pemerintah. Penggunaan digitalisasi yang semakin canggih, semakin memudahkan masyarakat untuk mengakses konten-konten yang berbaur pornografi.
Mirisnya, bukan hanya kalangan dewasa saja, namun dari kalangan remaja bahkan anak di bawah umur. Dilansir dari media CNBCIndonesia, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo Samuel Abrijani Pangerapan menegaskan “X atau dulunya twitter, terancam di blokir dari Indonesia. Hal itu bisa dilakukan apabila masih menerapkan kebijakan kebebasan konten pornografi di Indonesia“.
Tentu saja wacana pemblokiran ini akan menjadi pintu utama pemerintah dalam mencegah permasalahan pornografi. Namun, wacana pemblokiran X tak akan mampu mencegah pornografi. Pasalnya, pemerintah hanya membasmi pada masalah hilir saja.
Video-video yang berbaur pornografi, masyarakat akan tetap mudah mengaksesnya lewat platform lainnya. Selama negara masih dalam cengkraman sekuler kapitalisme, maka kebebasan dalam mengakses konten-konten yang tidak senonoh, akan terus ada.
Bukan hanya pada X, tetapi juga pada platform lainnya. Ketidaktegasan pemerintah dalam mencegah hulu masalah, berdampak pada kerusakan moral dan akidah, bahkan pada tercetaknya generasi yang rusak.
Tentunya, pada masalah ini tidak akan tuntas bila hanya pada ancaman pemblokiran atau penghapusan konten pornografi saja. Pemerintah harus tegas dalam membasmi permasalahan ini. Penghapusan atau takedown konten yang berbaur porno tidak akan cukup untuk mencegah terjadinya perbuatan asusila di tengah-tengah masyarakat.
Pemerintah juga mesti benar-benar tegas dalam membasmi konten-konten yang melanggar asusila. Hal ini bukan hanya merusak moralitas bangsa, tetapi juga pada kerusakan generasi. Disisi lain, dalam agama tidak membenarkan hal semacam ini, dengan tegas melarang keras.
Oleh karena itu, pemerintah harus memberikan solusi tuntas bukan yang bersifat pragmatis. Dalam Islam penggunaan teknologi media sosial seperti X, hukumnya mubah (boleh digunakan, boleh juga di tinggalakan).
Namun bukan dalam konteks menyebarkan kemaksiatan. Bukan hanya pada pengawasan konten-konten yang tidak mendidik tapi pada aplikasi-aplikasi yang menyediakan ruang untuk mengakses konten-konten vulgar.
Sudah jelas, Islam tidak akan membiarkan hal semacam itu terjadi. Selain itu, syariat Islam menegaskan bahwa Islam bukan hanya agama semata, namun juga sebagai pengatur. Tentu saja Islam tidak membenarkan hal semacam ini.
Karena dalam Islam, memposisikan pemimpin sebagai pengurus dan penjaga umat/masyarakat. Sehingga negara butuh penerapan syariat Islam secara menyeluruh, berbagai problematika akan dapat diatasi baik dari hulu masalah, sampai pada hilirnya.
Penulis : Soliha Hashar (Aktivis Perempuan)
Tinggalkan Balasan