Radarmalut.com – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Maluku Utara dan Koalisi Warga Kawasi melakukan aksi protes pemutaran serta diskusi film dokumenter di Studio XXI Jatiland Mall Ternate kemarin sore, berjudul ‘Yang Mengalir di Kawasi’ diproduksi oleh TV Tempo.

Tapi, setelah malam harinya disinyalir Polda Maluku Utara mengirim sejumlah intel untuk menyambangi Kantor Walhi di Kelurahan Kayu Merah, Kota Ternate. Kedatangan mereka dinilai bentuk intimidasi karena berkaitan dengan aksi penolakan terhadap muatan film yang berpihak ke PT Harita Group.

“Sekitar pukul 23.45 WIT. 5 orang intel dari Brimob Polda mendatangi Kantor Walhi Maluku Utara. Mereka menanyakan tujuan dari aksi protes yang digelar sebelumnya. Tapi, sudah di luar jam kantor maka kami minta mereka untuk pergi,” kata Manajer Advokasi Tambang Walhi Maluku Utara, Mubalik Tomagola, Selasa (15/7/2025).

Tak sampai di situ, Mubalik menjelaskan, sempat terjadi perdebatan karena mempersoalkan adab dan etika menerima tamu. Namun, tujuan para intel disebut sebagai bentuk mengintimidasi agar meredam aksi protes serupa pada pemutaran film di Gedung Rektorat Universitas Khairun Ternate keesokan harinya.

“Pagi tadi bertempat di Lantai 4 Gedung Rektorat Unkhair pemutaran film kembali digelar. Penjagaan dan pengamanan diperketat. Tidak cukup dengan penjaga keamanan kampus, puluhan intel ikut dikerahkan berjaga,” tuturnya.

Mubalik mengatakan, perwakilan Walhi dan warga Kawasi tidak diberikan akses untuk masuk. Meski demikian, aksi protes tetap dilakukan di luar gedung rektorat, tetapi dibubarkan secara paksa kurang lebih 15 menit dimulai. Selain itu, mahasiswa yang berhasil masuk dan membentangkan poster juga mendapatkan kekerasan.

“Aksi protes ini berangkat dari muatan kampanye dalam film dokumenter tersebut yang tidak menyajikan fakta penghancuran tata sistem sosial-ekologis yang terjadi di Kawasi hari ini. Filmnya tidak lebih sebagai alat propaganda ‘kebaikan’ korporat cum oligarki yang dibungkus dengan mitos-mitos seputar kemajuan dan pembangunan,” ujarnya.

Muballik mengungkapkan, kenyataan di lapangan berbanding terbalik. Pihak perusahaan secara leluasa menggusur hutan dan lahan perkebunan warga serta diduga kuat mencemari wilayah udara dan laut. PT Harita yang beroperasi di bawah panji PSN ini bahkan mendapatkan hak untuk merelokasi kampung tua ke kawasan Eco village.

Lanjutnya, didesain modern dengan fasilitas kebutuhan dasar seperti air dan listrik. Meski begitu, masih banyak warga Kawasi yang menolak direlokasi dan memilih bertahan hidup di kampung mereka di tengah kemendesakan krisis ekologis.

“Pulau Obi merupakan daerah terisolasi dari akses informasi dan transportasi. Setiap orang yang bertamu ke Desa Kawasi diwanti-wanti dan diinterogasi oleh aparat keamanan yang bertugas mengamankan perusahaan. Warga yang melakukan perlawanan terhadap perusahaan diintimidasi dan dikriminalisasi,” tandasnya.

Walhi Maluku Utara dan Warga Kawasi menuntut;

  • Brimob Polda Maluku Utara untuk menghentikan upaya intimidasi mereka terhadap ruang demokrasi.
  • Kapolda Maluku Utara untuk mengevaluasi dan menindak anggotanya yang merespons situasi dengan cara-cara yang tidak dapat dibenarkan.
  • Pihak keamanan yang melakukan kekerasan terhadap mahasiswa peserta diskusi di Universitas Khairun untuk bertanggungjawab atas tindak kekerasannya.
  • TV Tempo, PT Harita, dan akademisi/kampus terkait untuk menghentikan kampanye pembodohan publik atas apa yang terjadi di Pulau Obi melalui film dokumenter.
  • Pemerintah untuk melakukan audit menyeluruh secara independen dan terbuka terhadap praktik pertambangan di Pulau Obi.

***

Haerudin Muhammad
Editor