Radarmalut.com – Kehadiran perusahaan kelapa sawit di kawasan Gane, Halmahera Selatan, Maluku Utara dinilai akan berdampak buruk terhadap keberlangsungan masyarakat yang mendiami wilayah tersebut. Alhasilnya, pemerintah daerah pun dituding berada dibalik dari mulusnya pengurusan izin.
Lahan yang dijadikan perkebunan itu sudah mencaplok lahan produksi masyarakat. PT Gelora Mandiri Membangun (GMM) adalah perusahaan yang memiliki luas mencapai 8.444 hektare berdasarkan hak guna usaha Nomor: 71/HGU/KEM-ATR/BPN/2016.
Pegiat Lingkungan, Taufik Hidayat mengungkapkan, PT GMM merupakan anak PT Korindo, yang mendapatkan izin lokasi perkebunan dari menteri kehutanan tahun 2009 dan mulai membuka lahan pada 2012 silam.
Lebih lanjut, dikatakannya dalam Undang-undang Nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan, diatur di Pasal 17 ayat (2) menyatakan perusahaan berbadan hukum wajib membantu petani dengan cara membuka lahan plasma paling sedikit 20 persen dari total luas lahan yang dimiliki.
“PT GMM selaku pemegang hak guna usaha wajib memberikan 20% lahan atau sekitar 1.688 hektare dari total luas lahan 8.444 hektare kepada petani plasma,” katanya dalam diskusi bertema ‘Dampak Sawit Terhadap Ruang Hidup Masyarakat Desa Maffa dan Kebun Raja‘, Kamis (13/2/2025).
Menurut Taufik, nyatanya mulai masuk beroperasi hingga sekarang tidak terealisasi, namun pihak perusahaan justru mencari lahan baru untuk membuka perkebunan lahan sawit. Ia lalu mempertanyakan di mana keperpihakan pemerintah untuk masyarakat.
“Lantas di mana pemerintah sebagai penyelenggara negara? bukannya melakukan evaluasi serta memberikan sanksi administratif maupun pembekuan izin dalam jangka waktu tertentu hingga pencabutan izin usaha,” jelasnya.
Mirisnya, Taufik menuturkan Pemerintah Halmahera Selatan secara diam-diam mengadakan pertemuan dengan perusahaan agar melakukan sosialisasi rencana fasilitas pembangunan kebun masyarakat pada tanggal 22 Juli 2024.
“Pembukaan lahan baru untuk perkebunan plasma oleh PT GMM adalah bentuk logika oligarki yang akan terus melakukan ekspansi lahan sawit serta eksploitasi sumber daya alam, tenaga kerja secara berlebihan dan tidak adil demi keuntungan segelintir orang,” bebernya.