Radarmalut.com – PT Wanatiara Persada digugat ke Pengadilan Hubungan Industrial () karena telah melalukan Pemutusan Hubungan Kerja () secara sepihak terhadap tiga karyawannya tanpa diberikan .

Padahal, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi () Utara dalam hasil mediasi akhir tahun lalu disepakati dan dibuatkan rekomendasi kepada perusahaan untuk membayarkan hak-hak karyawan yang sudah dipecat tersebut. Ketiganya, yakni La Endang La Hara, Eko Sugianto Sangka dan Sardi Alham.

Ketiga Pekerja, Bambang Joisangadji mengatakan, akan menempuh jalur hukum untuk mencari keadilan, karena sampai hari ini tidak ada kepastian dasar dilakukan PHK dan mengabaikan hak-hak berupa pesangon.

“Kami akan segera mengajukan gugatan ke PHI. Jika dalam proses ini ditemukan indikasi hukum, kami juga bakal mempertimbangkan langkah hukum pidana kepada pihak perusahaan,” katanya, Kamis (6/2/2025).

Menurutnya, tindakan PHK ini perlu diuji di pengadilan agar tidak menjadi preseden buruk bagi pekerja-pekerja lain di Maluku Utara. Sudah jelas di dalam UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, lalu diperbarui melalui UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 dan PP Nomor 35 Tahun 2021.

“Disebutkan bahwa jika terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), pengusaha wajib memberikan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima oleh karyawan. Apabila tidak, maka tentu perusahaan telah mengabaikan hukum di dalam negara,” jelasnya.

Selain itu, Disnakertrans Maluku Utara menerbitkan surat anjuran bernomor: 560/977/DTT-MU/IX/2024 tertanggal 9 September 2024, yang merekomendasikan kepada perusahaan agar melunasi pesangon.

Pertama, PT Wanatiara Persada harus menghitung dan membayarkan hak-hak ketiga karyawan yang terkena PHK. Kedua, Jika tidak tercapai kesepakatan, perselisihan harus diselesaikan melalui PHI Ternate. Ketiga, kedua belah pihak agar memberikan jawaban atas anjuran tersebut dalam jangka waktu 10 hari kerja.

“Kami merasa PHK ini dilakukan secara sepihak dan tidak adil. Kami sudah berusaha mencari keadilan, termasuk melalui mediasi dengan dan dinas terkait, tetapi tidak ada penyelesaian yang memihak kepada pekerja,” pungkas Sardi.

***

Haerudin Muhammad
Editor
Radar Malut
Reporter