Radarmalut.com – Kepolisian Daerah (Polda) Maluku Utara menerbitkan surat somasi kedua kepada tiga kelurahan Kecamatan Ternate Selatan. Peringatan tersebut berkaitan dengan aset tanah seluas 45.735 meter persegi yang sekarang dibangun rumah permanen oleh warga kurang lebih puluhan tahun lalu.
Warga yang menempati tanah milik Polri atau eks Brimob Polda Maluku Utara itu, yakni Kelurahan Ubo-Ubo, Kayu Merah dan Bastiong Karance. Polda instruksikan segera keluar dan merobohkan bangunan rumah masing-masing. Sebab, somasi ketiga pun menyusul dikeluarkan 60 hari ke depan.
Menanggapi somasi, Ketua LBH Ansor Ternate Zulfikran Bailussy mengatakan, somasi yang dilayangkan Polda Maluku Utara dan langsung ditanda tangani Irjen Pol Waris Agono. Meminta dua bulan mendatang agar warga di tiga kelurahan mengosongkan rumahnya, karena merupakan aset Polri.
Menurutnya, isi suratnya mengisyaratkan bahwa warga akan diusir dari tempat tinggalnya itu sangat mengejutkan dan mencederai semangat penyelesaian secara damai yang sebelumnya telah dibangun. Ia katakan, persoalan ini bukan kali pertama, melainkan muncul setiap terjadi pergantian Kapolda Maluku Utara.
“Sudah hampir 25 tahun masyarakat tinggal di sana. Tidak adil jika tiba-tiba mereka diminta mengosongkan rumah tanpa solusi yang tepat. Di mana mereka harus tinggal? Apabila dengan waktu yang cukup singkat itu,” katanya, Jumat (16/5/2025).
Zulfikran mengungkapkan, tahun 2020 lalu telah diadakan pertemuan antara Pemkot Ternate dan Polda Maluku Utara. Dalam perjumpaan, melahirkan kesepakatan bahwa lahan akan dihibahkan kepada pemerintah setempat dan sebagai gantinya diberikan juga aset tertentu ke instansi vertikal tersebut.
Belum lama ini kedua instansi kembali bertemu untuk membahas status lahan. Kapolda Maluku Utara, Irjen Pol Waris Agono berkomitmen menempuh penyelesaian dengan dialog terbuka bersama tokoh adat, warga dan ahli pertanahan untuk mencapai solusi dan prinsip keadilan.
Namun mirisnya, sudah ada surat somasi yang dikirim ke rumah-rumah warga pada hari ini, justru menjadi tanda tanya besar. Tindakan Polda Maluku Utara bertolak belakang dengan pernyataan dan itikad baik yang sebelumnya disampaikan.
“Kami minta dengan hormat kepada Bapak Kapolda mempertimbangkan kembali langkah-langkah yang diambil. Dialog dan mediasi harus menjadi pilihan utama. Pendekatan yang bijak, manusiawi, serta tidak merugikan masyarakat adalah kunci penyelesaian masalah,” tandasnya.