Radarmalut.com – Seorang kontraktor bernama Ibnu Helman (45) diduga melakukan penipuan terhadap eks Kadis PUPR Pulau Taliabu, Suprayidno sebanyak ratusan juta rupiah. Uang tersebut diambil dengan modus bujukan agar terbebas dari jeratan hukum kasus proyek MCK pada 2022, yang merugikan negara Rp 3,6 miliar.
Kuasa Hukum Suprayidno, Agus Salim Tampilang mengemukakan, pihaknya akan melaporkan Ibnu ke Ditreskrimsus Polda Maluku Utara karena dengan sengaja melakukan perbuatan pidana penipuan dan penggelapan kepada kliennya menggunakan cara-cara licik.
“Kami akan melaporkan Ibnu ke Polda Maluku Utara. Semua bukti-bukti penipuan sudah kami kantongi, termasuk bukti transfer uang. Masalah ini harus diproses hukum supaya ada efek jeranya,” katanya kepada radarmalut, Kamis (17/4/2025).
Agus menjabarkan, hal tersebut bermula ketika Ibnu menghubungi kliennya melalui telepon seluler tanggal 27 Januari 2025 dengan mengatakan ‘Pak Kadis tahukan saya ini punya hubungan baik dengan bapak Kepala Kejari Taliabu, Nurwinardi. Saya diperintahkan meminta uang Rp 150 juta’.
Lebih lanjut, uang akan disetorkan ke kas negara, kemudian kasus MCK menyeret kliennya dijanjikan Ibnu agar diselesaikan sehingga tidak dikenakan lagi hukuman penjara. Tergiur dengan bujuk rayuannya, maka tiga hari setelah pembahasan itu ditransferlah uang Rp 50 juta lewat rekening istrinya.
“Ibnu kembali hubungi Suprayidno mengatasnamakan pihak kejaksaan meminta agar sisa uang segera dilengkapi, sebab mau disetor ke kas negara. Ia lalu diarahkan bertemu bendahara PUPR Pulau Taliabu, karena sudah menitipkan uang Rp 100 juta,” jelasnya.
Agus menuturkan, kliennya diberitahukan bahwa semua nominal uang sudah diserahkan kepada Kejaksaan Negeri Pulau Taliabu, jadi tidak perlu khawatir atas kasus tindak pidana korupsi MCK Individual yang menimpahnya lantaran akan dibantu diringankan.
Padahal nyatanya, 14 Februari 2025 melalui Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Pulau Taliabu, Usman menerangkan kliennya tiga kali mangkir pemeriksaan sehingga secepatnya ditetapkan daftar pencarian orang (DPO). Kliennya pun lalu meminta uangnya dikembalikan oleh Ibnu, namun beralasan tidak bisa lagi, bukti penyetoran pun tak mau diperlihatkan.
“Ibnu bilang memberikan seorang jaksa bernama Jusua. Bisik-bisik itu didengar pihak Kejari, jadi akhirnya bendahara PUPR dan bersangkutan dipanggil untuk ditanyakan, di hadapan sejumlah petugas Kejari mengakui seluruh uang dipergunakan secara pribadi,” pungkasnya.
***